Indikator Politik Indonesia merilis temuan survei bertajuk kinerja lembaga penegak hukum di mata publik dan penanganan kasus-kasus besar. Riset ini dilatarbelakangi akuntabilitas lembaga penegak hukum yang sedang diuji dalam menangani kasus-kasus besar dan menjadi sorotan publik.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, dukungan dan kepercayaan publik bersifat dinamis, tergantung kinerja lembaga penegak hukum. Kepercayaan yang besar dari publik terhadap lembaga negara akan membuat perumusan kebijakan hingga penegakan hukum menjadi lebih efektif.
"Kalau trust kurang, itu bahaya buat efektivitas kebijakan. Untuk lembaga yang trust-nya rendah, jangankan kebijakan yang salah, kebijakan yang benar pun akan dipersoalkan publik," kata Burhanuddin saat memaparkan hasil survei, Minggu (27/11).
Hasil survei terhadap 1.220 responden ini juga menemukan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi lembaga penegakan hukum paling dipercaya masyarakat dengan 77,5%. Disusul pengadilan (76,8%), Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK (71%), dan Polri (60,5%).
Burhanuddin mengungkapkan, nilai kepercayaan publik yang rendah terhadap kinerja Polri sebagai lembaga penegak hukum menjadi sorotan tersendiri, khususnya usai munculnya kasus pembunuhan terhadap Brigadir J oleh eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
"Beberapa bulan sebelum kasus Ferdy Sambo, Polri [menempati posisi] paling atas. Jadi, kasus Ferdy Sambo punya dampak cukup kuat memukul kepercayaan publik terhadap polisi," ujarnya.
Survei ini juga mengupas pengetahuan masyarakat atas kasus yang melibatkan polisi saat ini, salah satunya soal pengadilan Sambo. Sebanyak 86,6% responden mengetahui atau pernah mendengar kasus tersebut.
Namun, Burhanuddin menyoroti vonis publik atas kasus ini di tengah proses hukum yang masih terus berjalan. Mayoritas dari yang mengetahui kasus tersebut percaya Sambo (90,7%) dan Putri Candrawathi (84,1%) bersalah.
"Sebagian besar publik itu sudah menjatuhkan vonis, padahal persidangan belum selesai," ucap Burhanuddin.
Hal ini, kata dia, menjadi tantangan tersendiri untuk pengadilan yang tengah menyidangkan kasus pembunuhan berencana tersebut. Dampak dari vonis publik ini akan berimbas kepada pihak jaksa dan hakim di pengadilan.
Temuan survei menunjukkan, mayoritas responden (74,3%) yang mengetahui kasus Sambo percaya jaksa penuntut di pengadilan akan menuntut hukuman seberat-beratnya kepada Sambo. Selain itu, 74,1% responden juga percaya hakim di pengadilan bakal menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada Sambo.
"Dampaknya [vonis publik] akan geser ke jaksa dan hakim kalau ternyata tidak sesuai ekspektasi publik, sementara mekanisme hukum harus solid berdasarkan evidence hukum yang kuat," ungkap Burhanuddin.
Sementara itu, 70,4% responden yang mengetahui kasus ini cenderung berpendapat bahwa perkara menghalangi proses penegakan hukum (obstruction of justice) sebaiknya diadili di pengadilan agar lebih transparan atau terbuka.
Survei ini dilakukan pada 30 Oktober-5 November 2022 melalui wawancara tatap muka terhadap 1.220 responden dari seluruh provinsi di Indonesia. Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sekitar sekitar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Profil responden adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor, dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.